Kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah untuk mengembalikan dan memimpin umat kepada tauhid, mengakui keesaan Allah SWT dengan ikhlas dan semurni-murninya seperti yang dibawa dan dijarkan Nabi Ibrahim AS. Agama yang sudah tidak asing lagi tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad ini adalah sebagai yang digariskan dalam Al-Qur’an dan hadits karena sifat-sifat Allah terkandung dalam Al-Qur’an. Maka, tidak pernah orang-orang mengatakan dan bertanya tentang sifat-sifat Allah kepada Nabi, akan tetapi mereka hanya menanyakan tentang ibadah, shalat, zakat, puasa, haji dan amal-amal saleh.
Tidak terdapat dalam hadits atau atsar-atsar yang membuktikan diantara sahabat yang menyelidiki kepada Rasul tentang sifat-sifat Allah. Adakah ia sifat dzat atau fi’il, mereka semua sepakat menetapkan bahwa sifat-sifat Allah SWT itu azali yaitu : Ilmu, kodrat, hayat, irodah, sama’, bashor, kalam dan lain sebagainya.
Dimasa sahabat ketauhidan tidak sedikitpun ada bedanya dengan zaman Nabi, sampai abad pertama hijriyah, barulah ada kegoncangan-kegoncangan disebabkan oleh orang yang bernama “Jahm Ibn Shafwan”. Dengan adanya sifat-sifat Allah. Oleh karena itu banyak diantara kaum muslimin yang terpengaruh oleh ajaran itu bahkan ada yang menguatkannya.
Adapun kaum muslimin yang tetap murni ketauhidannya, bangun menentang pendapat Jahm dan mengatakan bahwa pendapat Jahm adalah sesat, pada waktu itu ulama'-ulama’ sibuk membicarakan dalil untuk menyangkal pendapat Jahm tersebut, tiba-tiba muncul suatu aliran yang bernama mu’tazilah yang dicetuskan oleh Wazil bin Atha’ seorang murid dari Ibn Husain Al-Bisri, yang membenarkan dan menguatkan pemikiran Jahm yaitu menafikkan sifat-sifat Allah.
Kemudian muncullah seorang yang bernama “Muhammad bin Qoram Abu Abdullah As-Sijistani, pemimpin golongan karamiah yang menentang golongan Mu’tazilah tadi dan menetapkan sifat-sifat Allah SAW, Akan tetapi aliran ini terlalu berlebihan dalam mengungkapkan sifat Allah SAW, sehingga menyerupai Allah sebagai yang berjisim, semenjak itu terkenallah aliran ini dengan madzhab karamiah atau Mujasimah atau Musabibah.
Pedebatan ini seru antara dua madzhab yaitu Mu’tazilah lawan Karamiah ini, sampai kekhalifah Ma’mun, kejadian ini berlangsung beberapa lamanya hingga tampil seseorang yang bernama Abdul Hasan Ali Ibnu Isma’il Al-Asyari, yang melahirkan sentese atau jalan tengah antara kedua pendapat yang bertentangan tadi yang menafikkan dan yang menisbatkan. Beliau mengemukakan pendapatnya dengan memakai dalil akal dan naqli sehingga banyak kalangan ulama’ yang tertarik dan ikut menyebarkan keseluruh pelosok, diantaranya adalah Abu Bakar Al-Baqilany, Fahrudin Ar-razy dan lain-lain .
Demikianlah keadaan selama pemerintah Shalahuddin Al-Ayyubi sampai berdiri kerajaan Mamalik dan Turki.
Bagi alam indonesia pendiri ilmu Taimiyah ini agak asing dan tidak mendapat tanah yang subur, karena telah mendalamnya faham yang telah diajarkan Asy’ariyah dan Maturidiya. Keadaan ini bukan hanya diIndonesia saja tetapi dinegara-negara islam lainnya.
{ 1 komentar... read them below or add one }
dalam penulisan ALLAH itu diakhiri SWT, bukan SAW. Mhon untuk lebih BERHATI-HATI lagi dalam penulisannya.
Posting Komentar